Dengan menyesuaikan tinggi kamera terhadap subjek, kita bisa menyampaikan nada artistik, dramatis, dan psikologis dalam penceritaan visual.
Keterlibatan penonton terhadap adegan juga bisa dipengaruhi oleh apakah kamera berada pada ketinggian mata, atau ditempatkan di atas atau di bawah subjek.
Level Angle
Level angle atau sudut datar adalah ketika kamera ditempatkan pada ketinggian mata pengamat rata-rata, atau setinggi mata subjek.
Kamera pada posisi ini menangkap objek atau lingkungan tanpa menyebabkan garis vertikal menyatu.
Meskipun hasil gambar dari level angle cenderung kurang menarik dibandingkan sudut dari atas atau bawah, posisi ini tetap penting dalam banyak kasus.
Kamera level sangat dibutuhkan ketika kita ingin mempertahankan keakuratan garis vertikal atau menunjukkan sudut pandang ketinggian mata.
Untuk objektif shot, yaitu pengambilan gambar yang mewakili sudut pandang netral pengamat, tinggi kamera idealnya adalah sekitar lima setengah kaki, sesuai tinggi rata-rata manusia.
Saat mengambil close-up, tinggi kamera harus sejajar dengan mata subjek, baik dalam posisi duduk maupun berdiri. Ini menciptakan koneksi tatap muka antara subjek dan penonton.
Kontak mata sangat penting dalam film.
Banyak ekspresi dan koneksi emosional disampaikan melalui mata.
Oleh karena itu, penting untuk memposisikan lensa kamera sejajar dengan mata subjek saat merekam close-up objektif.
Untuk point-of-view close-up, kamera harus disesuaikan berdasarkan posisi subjek. Jika kedua karakter memiliki tinggi badan yang sama, maka kamera cukup sejajar dengan mata.
Namun, jika salah satu berdiri dan yang lain duduk, atau jika ada perbedaan tinggi yang signifikan, kamera perlu dimiringkan ke atas atau ke bawah untuk menyesuaikan sudut pandang.
Sudut ini tidak harus tepat, namun harus memberi kesan pandangan alami sesuai dengan konteks adegan.
Sementara itu, subjektif close-up, yaitu ketika subjek menatap langsung ke lensa, harus diambil dari ketinggian mata subjek.
Jika kamera berada di atas atau di bawah, maka subjek akan terlihat menatap ke atas atau ke bawah, menciptakan jarak psikologis yang canggung dengan penonton.
Agar penonton merasa dekat dengan subjek, maka kamera harus sejajar dengan mata mereka.
Pentingnya pengambilan close-up pada ketinggian mata tidak bisa diremehkan.
Banyak juru kamera pemula lupa menurunkan kamera ketika subjek duduk.
Dalam film profesional, posisi kamera untuk close-up diperhatikan dengan sangat detail.
Terkadang, variasi kecil dari tinggi mata digunakan untuk alasan estetika.
Misalnya, hidung pesek mungkin terlihat lebih baik dari sudut sedikit lebih tinggi.
Dagu lemah bisa diperbaiki dengan mengambil gambar dari sudut sedikit lebih rendah.
Pria bisa tampak lebih maskulin saat direkam dari sudut yang lebih rendah.
Sebaliknya, dagu berlipat atau lubang hidung yang mencolok bisa dikurangi dengan sudut lebih tinggi.
Namun, perubahan ini sangat kecil dan biasanya tidak terlihat oleh penonton.
Walaupun level angle tidak selalu dramatis atau menarik seperti high angle atau low angle, sudut ini paling cocok untuk close-up wajah dan untuk menangkap adegan dari perspektif alami.
Sudut level memberikan referensi visual yang familiar bagi penonton.
Dalam beberapa kasus, level angle bisa memberikan efek dramatis.
Misalnya, saat kendaraan seperti mobil atau kereta melaju langsung ke arah kamera.
Penonton merasakan sensasi seperti melihat langsung ke objek tersebut.
Kombinasi kecepatan, peningkatan ukuran objek dalam frame, dan pendekatan subjektif memberikan efek visual yang kuat.
Dalam film dokumenter atau teknis, level angle juga penting.
Tampilan yang datar dan tidak terdistorsi berguna untuk memperlihatkan alat, mesin, atau panel kontrol secara akurat.
High Angle
High angle adalah teknik pengambilan gambar di mana kamera dimiringkan ke bawah untuk melihat subjek dari atas.
Istilah ini tidak selalu berarti bahwa kamera diletakkan sangat tinggi.
Kamera bisa saja hanya sedikit lebih tinggi dari objek yang direkam, bahkan ditempatkan di bawah ketinggian mata juru kamera, selama sudutnya mengarah ke bawah.
Maka, bidikan tersebut tetap dikategorikan sebagai high angle.
Misalnya, seseorang yang berdiri di lantai atas gedung bisa saja melakukan pengambilan gambar dengan sudut menurun yang masih termasuk high angle, meskipun tidak berada di ketinggian ekstrem.
Penggunaan high angle dapat didasarkan pada pertimbangan estetika, teknis, atau psikologis.
Secara estetika, pengambilan gambar dari atas bisa menciptakan komposisi visual yang menarik dan berbeda.
Secara teknis, sudut ini memungkinkan kamera menjaga fokus yang tajam pada aksi yang terjadi secara mendalam.
Dari sisi psikologis, sudut tinggi dapat memengaruhi persepsi penonton terhadap karakter atau adegan yang sedang ditampilkan.
High angle sangat berguna untuk merekam pemandangan atau pola yang terbentuk di permukaan tanah.
Misalnya, taman dengan desain geometris, jalan berliku, pagar tanaman yang rapi, lintasan pacuan, bandara, pangkalan militer, atau lokasi konstruksi.
Kamera yang mengarah ke bawah dari posisi tinggi memungkinkan penonton melihat keseluruhan area seperti melihat peta, yang dapat membantu mereka memahami orientasi ruang dan geografi lokasi.
Teknik ini juga sangat efektif untuk menangkap aksi dalam skala besar dan dalam kedalaman ruang, seperti pertandingan sepak bola, latihan militer, jalur produksi pabrik, atau migrasi hewan.
Dari high angle, kamera mampu menangkap aksi dari depan ke belakang secara menyeluruh, yang tidak dapat dilakukan oleh sudut pandang kamera level atau low angle.
Selain itu, high angle juga mempermudah pengendalian kedalaman bidang fokus.
Dengan posisi kamera yang lebih tinggi, perbedaan jarak antara subjek depan dan belakang lebih kecil, sehingga memungkinkan seluruh area gambar tetap tajam tanpa harus terlalu memaksakan lensa.
Secara visual, high angle dapat mengurangi kesan tinggi dari subjek.
Karakter manusia bisa tampak lebih kecil dan lemah jika difilmkan dari atas.
Ini berguna dalam menyampaikan pesan visual, seperti menggambarkan seseorang yang sedang kalah, tersingkir, atau tidak berdaya dalam situasi tertentu.
Pengambilan gambar dari sudut tinggi juga bisa digunakan untuk menggambarkan superioritas penonton atas karakter, menciptakan efek psikologis yang membuat karakter tampak lebih kecil atau tidak penting.
Dalam konteks kamera subjektif, high angle bisa digunakan untuk menunjukkan pandangan dari tempat yang sangat tinggi seperti gedung pencakar langit, jembatan, gunung, atau pesawat terbang.
Penonton diajak merasakan sensasi melihat dunia dari ketinggian, yang bisa menciptakan nuansa transendensi atau kekuasaan.
Namun, penggunaan high angle pada adegan yang bergerak cepat seperti balapan atau pengejaran harus dilakukan dengan hati-hati.
Gerakan ke arah atau menjauh dari kamera bisa tampak melambat jika dilihat dari atas.
High angle merupakan variasi yang menyegarkan dari sudut pandang ketinggian mata (level angle).
Teknik ini memberi kontras visual, kedalaman artistik, dan kekuatan dramatis yang signifikan, bahkan untuk adegan yang sederhana.
Low Angle
Low angle adalah pengambilan gambar di mana kamera diarahkan ke atas untuk melihat subjek.
Angle ini tidak selalu berarti sudut pandang “mata kodok” atau ekstrem dari bawah.
Kamera juga tidak harus berada jauh di bawah ketinggian mata operator. Gambar dengan low angle bisa saja berasal dari perspektif seekor serangga, bayi, atau bahkan sebuah bangunan.
Dalam beberapa situasi, mungkin diperlukan alas atau panggung agar subjek tampak lebih tinggi dibanding posisi kamera.
Sebaliknya, kamera bisa saja ditempatkan di dalam lubang atau lantai palsu demi mencapai posisi rendah yang ideal terhadap subjek.
Low angle digunakan ketika tujuan visualnya adalah menimbulkan kekaguman, memberi kesan kekuatan atau dominasi, menambah tinggi dan kecepatan, atau menciptakan pemisahan visual antara subjek dan latar.
Selain itu, sudut ini juga bisa membantu menghilangkan latar yang tidak diinginkan, menyingkirkan cakrawala, memanfaatkan langit sebagai latar, atau memperkuat komposisi perspektif secara dramatis.
Pengambilan gambar dari low angle terhadap tokoh penting seperti presiden, hakim, atau eksekutif tinggi perusahaan, dapat memunculkan rasa kagum dalam diri penonton, seolah-olah mereka sedang melihat ke atas pada sesuatu yang agung.
Seorang aktor atau tokoh dominan dalam adegan dapat dibuat menonjol dari kelompok hanya dengan langkah sederhana—memposisikannya sedikit lebih dekat ke kamera dan memotret dengan low angle.
Ini akan menciptakan ilusi bahwa dia menjulang di atas tokoh lainnya.
Efek ini semakin kuat ketika dilakukan bersamaan dengan peningkatan ketegangan cerita atau dialog penting.
Low angle juga sangat efektif untuk menyiasati pengambilan close-up cutaway—misalnya dengan langit atau latar netral di belakang.
Dengan menjatuhkan cakrawala dari bingkai, semua elemen latar dapat dihilangkan, memungkinkan pengambilan gambar close-up tanpa perlu kembali ke lokasi atau membuat ulang set studio.
Ini sangat berguna dalam proses editing untuk menyambung adegan atau mengatasi masalah kontinuitas.
Ketika low angle digunakan untuk merekam struktur atau bangunan, objek tersebut akan terlihat lebih tinggi dan mengesankan.
Ini dikarenakan dasar yang tampak luas dan garis perspektif yang menyempit ke atas.
Jika ditambah dengan lensa sudut lebar, efek ini akan semakin terasa.
Tapi penting untuk berhati-hati jika memotret manusia dengan lensa sudut lebar dari low angle, karena wajah atau tubuh dapat terlihat tidak proporsional, atau terdistorsi.
Gedung pencakar langit, menara gereja, atau gunung bisa tampil jauh lebih mengesankan bila difilmkan dari bawah ke atas.
Penonton pun secara naluriah telah terbiasa melihat garis konvergen dan distorsi optik pada pengambilan gambar seperti ini.
Bahkan dalam dunia nyata, ketika seseorang melihat langsung dari kaki bangunan tinggi, mereka mendapatkan persepsi visual serupa dengan yang ditangkap kamera.
Pengambilan gambar interior dari low angle jarang dilakukan dalam produksi studio karena set biasanya tidak memiliki langit-langit demi kebutuhan pencahayaan.
Namun, pengambilan di lokasi nyata bisa memanfaatkan langit-langit sebagai bagian dari estetika visual.
Langit-langit gereja yang artistik, balok kayu penginapan kolonial, atau kubah kaca perpustakaan bisa menjadi latar yang menarik secara sinematik ketika digunakan sebagai latar belakang dari low angle shot.
Bidikan low angle juga bisa dimanfaatkan untuk memperkenalkan kelompok karakter dengan cara yang dramatis.
Misalnya, sekelompok tentara yang berjalan ke arah kamera dari bawah bingkai akan tampak seolah-olah mereka naik ke arah langit.
Ini memberi kesan kekuatan, jumlah yang besar, dan momentum yang meningkat.
Tokoh individu pun bisa difilmkan dengan pendekatan serupa—baik saat memasuki adegan maupun saat ia mendominasi lawan bicara atau situasi.
Kendaraan seperti mobil atau truk juga bisa mendapat perlakuan ini.
Pengambilan gambar dari low angle memberi mereka kehadiran yang lebih kuat, terlebih bila dikombinasikan dengan gerakan kamera atau komposisi dramatis.
Untuk hasil terbaik, teknik ini bisa dikombinasikan dengan prinsip sinematografi lainnya seperti framing dinamis, penggunaan cahaya yang kontras, dan blocking yang terencana.
dikutip dari The five c’s Cinematography